Miris Plt Walikota Bekasi Jadi Penjamin 5 Terdakwa Mafia Tanah

KOTA BEKASI, CerminDemokrasi.com – Plt Walikota Bekasi Tri Adhianto memberikan jaminan dirinya untuk penangguhan penahanan kelima terdakwa mafia tanah kasus penyerobotan lahan seluas 1 Hektar di wilayah Kelurahan Jatibening, Kecamatan Pondokgede, Kota Bekasi.

Kelima terdakwa tersebut adalah Derry Rismawan (Pejabat di Kecamatan Bekasi Selatan), Chaerul Anwar (pensiunan eks Camat Pondok Gede), Abdul Rochim (Aparatur Sipil Negara / ASN aktif sebagai PPAT di Kecamatan Pondok Gede), Encep Suherman (pembeli tanah / pengusaha) dan Ilyas (sebagai tokoh masyarakat).

Penangguhan penahanan ini telah dikabulkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi Kelas IA yang dipimpin Hakim Ketua; Putut Tri Sunarko, dibantu hakim anggota; Basuki Wiyono dan Istiqomah Barawi, pada Senin (06/03/23) lalu.

Aksi pasang badan Plt Walikota Bekasi Tri Adhianto memberikan jaminan dirinya untuk penangguhan penahanan para terdakwa yang berstatus mantan ASN dan satu orang ASN aktif, menuai kecaman dari masyarakat.

Karena keputusan Plt Walikota Bekasi Tri Adhianto dianggap sebagian kalangan tidak pro pemberantasan mafia tanah yang lagi gencar – gencarnya dikampanyekan Presiden Jokowi.

Hal itu seperti diungkapkan oleh Fajar Juliansyah SE selaku Juru bicara dan Asisten YH & Partner Law & Firm, Advocad & Consultan, mengaku kaget ketika Plt. Walikota Bekasi Tri Adhianto melakukan penangguhan tahanan para terdakwa kasus mafia tanah Kelurahan Jatibening Lama.

“Padahal sudah jelas 5 terdakwa akan disidangkan keputusannya, malah ditangguhkan penahanan oleh kepala daerah. Ini sudah jelas bertentangan dengan kebijakan dan komitmen Presiden Republik Indonesia Bapak Jokowi yang telah membentuk tim khusus lintas Kementerian dan Lembaga untuk memerangi praktek mafia pertanahan,” ucap Fajar dalam press rilisnya, Sabtu (11/02/2023).

Secara aturan, Plt Walikota Bekasi sebelum menjaminkan ke 4 terdakwa yang sedang aktif mempertanggung jawabkan perbuatannya di PN Bekasi, seharusnya meminta dan mendapatkan ijin atau persetujuan terlebih dahulu dari Kemendagri.

“Karena kebijakan ini berdampak hukum yang dapat mengakibatkan tercorengnya integritas dan kredibilitas Pemerintah Kota Bekasi dalam fungsi sebagai pelayan masyarakat apabila dalam jaminan tersebut terdapat terdakwa menghilang dan lain sebagainya,” ungkap Fajar.

Dirinya memastikan akan melaporkan kepada instansi terkait di Jakarta untuk meminta kejelasan terkait permasalahan ini, karena sudah jelas ini melanggar instruksi presiden dalam pemberantasan mafia tanah.

“Kami akan bersurat kepada Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kementerian Dalam Negeri untuk meminta diperiksa proses pemberian jaminan pengalihan tahanan dimaksud dan diawasi proses persidangannya sampai dengan terbitnya putusan PN Bekasi,” tegasnya.

Dilain tempat, Ketua Garda Tipikor Indonesia Cabang Kota Bekasi Machfudin Latief mempertanyakan soal dasar hukum penangguhan penahanan para terdakwa mafia tanah tersebut yang dilakukan oleh Plt Walikota Bekasi.

“Kita masih ingat bahwa belum lama ini Presiden Jokowi telah mengintruksikan kepada segenap penegak hukum untuk memerangi dan memberantas mafia tanah dan telah diamini oleh anggota DPR RI dan telah dibentuk PANJA pemberantasan mafia tanah mengingat mafia tanah merupakan sebuah kejahatan terhadap negara, ini malah status terdakwa tahanan malah berubah menjadi tahanan kota. Artinya majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Bekasi secara terang terangan melawan intruksi pejabat tertinggi negeri ini berdasarkan Pasal 378 KUHP Tentang Penipuan, serta Pasal 266 KUHP Tentang Pemalsuan Dokumen Negara,” geram Latif. 

Tak hanya sampai disitu, Latif pun menegaskan bahwa berdasarkan hasil kajian dan analisa tim kami menemukan adanya beberapa kejanggalan atas hasil putusan tersebut yakni :
1.) Hasil putusan sidang sangat bertentangan dengan Intruksi Presiden tentang pemberantasan mafia tanah.
2.) Para tersangka telah ditetapkan menjadi terdakwa karena semua alat bukti telah lengkap namun beralih menjadi Tahanan Kota.
3.) Hasil laporan medis atas ke lima terdakwa semua sama dan menggunakan tenaga medis yang sama diwaktu yang bersamaan.
4.) Plt Walikota Bekasi berani menjadi penjamin atas kelima terdakwa, padahal negara hanya menjamin untuk oknum yang terbukti aktif sebagai ASN. 

“Berdasarkan ke empat hal tersebut diatas kami meyakinkan bahwa adanya dugaan unsur gratifikasi, kongkalikong dalam prosesi putusan perubahan status para terdakwa menjadi tahanan kota serta dugaan kuat adanya mafia peradilan didalam Pengadilan Negeri Kota Bekasi,” Tegas Latief.

Oleh karena itu Garda Tipikor Indonesia Cabang Kota Bekasi berencana dalam waktu dekat akan membuat Somasi dan melaporkan kasus ini ke Komisi Kejaksaan (KOMJAK) Kejaksaan Agung Republik Indonesia, untuk segera mengambil alih kasus ini dan mengungkap kejahatan secara terstruktur dan masif yang terbukti telah mencoreng wajah negeri ini, karena pemimpin negeri ini cukup jelas sesuai intruksinya dalam memberantas mafia tanah, dan kami akan mengawalnya dengan serius.

(Mazonk)