Pagelaran Pawai Ogoh-ogoh di Desa Pancasila

LAMONGAN, CerminDemokrasi.com – Umat Hindu yang ada di Desa Balun, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan menggelar pawai ogoh-ogoh. Ada sebanyak 9 ogoh-ogoh yang diarak keliling desa yang dikenal dengan sebutan Desa Pancasila ini.

Tahun ini ada 8 ogoh-ogoh besar dan 1 ogoh-ogoh kecil yang diarak keliling desa. Ke 8 ogoh-ogoh yang diarak keliling desa ini 4 ogoh-ogoh dari warga Hindu yang ada di desa ini, sedangkan 4 ogoh-ogoh lainnya adalah swadaya murni masyarakat Desa Balun yang berasal dari lintas agama.

“Tahun ini ada 8 ogoh-ogoh, kalau termasuk yang kecil tadi berarti ada 9 ogoh-ogoh, karena memang kondisi warga harus dimaklumi banyak yang belum panen, baik padi maupun ikan,” kata Mangku Ngarijo sesaat sebelum pemberangkatan pawai ogoh-ogoh di Pura Sweta Mahasuci, Minggu (10/4/2024).

Sebelum pawai ogoh-ogoh, kata Ngarijo, umat Hindu di Desa Balun ini telah mengikuti ritual tawur agung kesanga yang digelar pada Minggu pagi (10/3/2024). Sebelumnya, kata Ngarijo, pada 3 Maret lalu umat Hindu yang ada di Desa Balun juga mengikuti upacara melasti yang berlangsung di Tanjung Perak Surabaya.

“Tawur agung kesanga ini tujuannya untuk menyeimbangkan alam semesta dan melasti bertujuan untuk pembersihan diri kita,” ujarnya.

Dari pantauan di Desa Balun ini, ribuan warga Lamongan tumplek blek di Desa Balun, Kecamatan Turi untuk menyaksikan pawai ogoh-ogoh yang dimulai dari Pura Sweta Mahasuci tersebut.

Warga ini datang untuk bisa menyaksikan pawai ogoh-ogoh hingga nanti akan dibakar di lapangan desa setempat untuk kemudian umat Hindu akan melaksanakan Nyepi.

“Ingin lihat pawai ogoh-ogoh karena memang tidak setiap hari ada,” kata salah seorang warga dari Kecamatan Glagah, Khoirul Anwar.

Sebagaimana diketahui, Desa Balun di Kecamatan Turi ini dijuluki sebagai Desa Pancasila, karena kemampuan masyarakatnya dalam mengamalkan dan melestarikan nilai-nilai keberagaman yang ada.

Pembuatan ogoh-ogoh pun, tidak hanya dibuat oleh umat Hindu saja, namun umat Islam dan Kristen juga turut ikut serta meramaikan arak-arakan untuk keliling desa.

Toleransi masyarakat dalam menjaga nilai-nilai kebinekaan di desa ini juga tergambar dalam rumah ibadahnya yang berdamping. Ada tiga tempat ibadah, yaitu Masjid, Gereja dan Pura yang lokasinya berdampingan dan hanya dipisahkan lapangan dan jalan desa.

*Dimas Aryo*