PEKALONGAN, CerminDemokrasi.com – Kota Pekalongan, Jawa Tengah, hingga kini masih bergelut dengan persoalan klasik yang belum sepenuhnya dapat dituntaskan oleh pemerintah kota setempat, yaitu banjir dan rob.
Setiap musim hujan tiba dan terjadinya air pasang laut, bukan pemandangan baru lagi apabila di kota ini dilanda banjir dan rob, khususnya di sejumlah wilayah langganan genangan air bah tersebut.
Menurut kajian dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, Dr. Heri Andreas, Kota Pekalongan bakal “tenggelam”, dalam arti air akan terus mengalir ke permukiman penduduk yang berada di bagian selatan. Jika dibiarkan maka diperkirakan empat wilayah di empat kecamatan “tenggelam” pada 2035.
Atas kajian tersebut, ia mengajak Pemerintah Kota Pekalongan untuk melakukan pencegahan seperti dengan membangun tanggul dan sumur pompa yang kini sudah berdampak positif dalam menanggulangi banjir.
Di sejumlah wilayah Kecamatan Pekalongan Utara, Pekalongan Barat, dan Pekalongan Timur yang langsung berbatasan dengan perairan laut, dipastikan akan terdampak dengan banjir dan rob.
Persoalan “tenggelamnya” di kota itu, selain karena dampak abrasi laut yang makin tinggi, juga karena adanya limpasan banjir dari kabupaten tetangga saat curah hujan tinggi serta terjadi penurunan permukaan tanah di kawasan kota yang makin rendah.
Banjir tidak hanya kerap terjadi di wilayah langganan banjir seperti Kecamatan Pekalongan Utara, namun kini meluas dengan melanda di beberapa wilayah kecamatan lainnya.
Akan tetapi, karena sudah ada upaya yang sudah dilakukan Pemkot Pekalongan sejak beberapa tahun maka saat curah hujan tinggi pada Maret 2024 tidak sampai menimbulkan dampak yang begitu besar di beberapa wilayah langganan banjir dan rob.
Misalnya, sebagai langkah antisipasi banjir di wilayah Kelurahan Kergon, Klego, dan Poncol, Kecamatan Pekalongan Utara, pemkot kini masih membangun sumur pompa yang berada di Jalan Seruni atau berdekatan dengan Sungai Banger.
Diharapkan, pada Mei 2024 sumur pompa di Jalan Seruni itu sudah selesai beroperasi untuk mengurangi efek banjir yang melanda di kelurahan itu.
(Walikota Pekalongan cek sumur pompa di jalan seruni)
“Jika pun ada, hanya satu atau dua kelurahan yang masih dilanda banjir, namun tidak sampai parah kondisinya,” kata Wali Kota Pekalongan Afzan Arslan Djunaid.
Adapun sejumlah wilayah di Kecamatan Pekalongan Barat yang kini masih menghadapi banjir adalah di Kelurahan Tirto, Kramatsari, dan Pasirsari karena normalisasi sungai maupun pembangunan tanggul belum bisa maksimal.
Masih ada beberapa di wilayah itu masih terdampak banjir maupun rob karena berada di wilayah cekungan sehingga warga terpaksa mengungsi kala terjadi bencana itu.
Berdasar data terakhir, jumlah pengungsi banjir pada Maret 2024 mencapai 1.280 orang. Jumlah pengungsi terdampak banjir itu lebih kecil dibanding dengan bencana tahun sebelumnya.
Masalah banjir yang dihadapi warga yang berada di wilayah cekungan hingga kini terus dicarikan solusinya mengingat rumah warga terdampak berada di sekitar Sungai Bremi. Pemkot memandang perlu melakukan normalisasi sungai itu secara bertahap.
Selain itu, pencegahan banjir dan rob juga dilakukan melalui gerakan penanaman bibit pohon mangrove di pesisir pantai utara dengan melibatkan semua unsur, baik pemkot, komunitas, dan masyarakat pencinta alam.
Kondisi penurunan tanah yang terjadi di Kota Pekalongan memang sudah dalam. Terparah, penurunan tanah yang cepat berada di wilayah Kecamatan Pekalongan Barat.
Ancaman penurunan tanah ini menyebabkan Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan terancam tenggelam, kian nyata. Buktinya, dari data patok BM (benchmark) yang dipasang di sejumlah tempat oleh Badan Geologi Kementerian ESDM, menunjukkan fakta ada penurunan tanah.
Penurunan tanah dari alat ukur yang dipasang bermacam-macam hasilnya. Setahun ada yang turun 6 sentimeter atau 2 sentimeter. Banyak faktor pemicu adanya penurunan tanah selain karena krisis iklim dan pengambilan air bawah tanah.
Namun, untuk mencegah timbulnya penurunan tanah, pemkot telah menghentikan pengambilan air bawah tanah yang dilakukan oleh perusahaan khususnya perhotelan dan perkantoran meski larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah tersebut cukup dilematis.
Karena hal itu belum bisa sepenuhnya diatasi oleh pemkot setempat, yang kini sebagian masih mengandalkan pasokan air bersih dari wilayah kabupaten tetangga, seperti dari Kabupaten Batang.
Dengan pertimbangan untuk kepentingan warga dan langkah antisipasi terjadinya penurunan permukaan tanah yang nantinya bisa berdampak banjir dan rob, maka Pemkot Pekalongan memutuskan semua perusahaan maupun perkantoran harus menggunakan air sumur dan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat meski pasokan air bersih tersebut belum sepenuhnya mencukupi.
Meski sudah diputuskan dilarang oleh Pemerintah Kota Pekalongan, diduga masih terjadi pengambilan air bawah tanah secara “kucing-kucingan” oleh para investor.
Untuk mengatasi persoalan ancaman “tenggelamnya” Kota Pekalongan pada 2035, pemkot mengajak beberapa konsultan lokal dan konsultan perusahaan Blodil asal Belanda yang ahli di bidang penanganan rob dan banjir.
“Kita tidak mengeluarkan biaya untuk konsultan itu, sifatnya kerja sama dan mereka mau membantu untuk mengatasi banjir dan rob di kota ini,” kata Wali Kota Pekalongan Arslan Djunaid.
Namun, untuk pembiayaan sarana pembangunan pencegahan banjir dan rob akan menjadi tanggung jawab pemkot. Anggaran pembiayaan pembangunan pada 2022-2023 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Pekalongan pada tahap pertama yaitu sekitar Rp80 miliar.
Selain itu, upaya antisipasi “tenggelamnya” kota ini juga mendapatkan dukungan dari Pemerintah Pusat yang juga sudah menggelontorkan anggaran penanganan banjir dan rob sebesar Rp1,2 triliun dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sekitar Rp60 miliar.
Anggaran sebesar Rp1,2 triliun yang sudah masuk kas pada 2022 dan bantuan dari Pemprov Jateng sekitar Rp60 miliar itu ditargetkan sarana pembangunan penanganan banjir dan rob seperti pembangunan tanggul Sungai Banger, sumur pompa, sumur resapan, dan pompa besar dapat selesai pada tahun ini.
Selain melibatkan konsultan, untuk mengatasi banjir dan rob, Kota Pekalongan juga dibantu oleh kemitraan adaption fund yang diketuai oleh Laode Syarif (Mantan anggota KPK) dan Mercy Corps Indonesia.
Gerakan penanaman bibit pohon mangrove pun terus ditingkatkan. Pohon bakau ini ditanam di pesisir pantai utara dengan melibatkan unsur pemerintah daerah, komunitas, dan masyarakat.
Namun, upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekalongan tidak akan optimal tanpa ada kepedulian masyarakat.
Tanpa kepedulian warga masyarakat, sejumlah strategi yang sudah diterapkan Pemerintah untuk mencegah “tenggelamnya” Kota Pekalongan bakal sia-sia.
*Heru Susanto*